Actually this is just an old issue, but lately it is rampantly heard in the recent batch, so I would like to present this official note for your information. Hopefully you can digest it wisely.
MARKAS BESAR
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK
PERGURUAN TINGGI ILMU KEPOLISIAN
PTIK MENJAWAB PELACUR AKADEMIK
Pelacur akademik, itulah simbol yang diberikan oleh seorang penulis yang dimuat dalam Website Polri beberapa waktu yang lalu. Kritikan ini perlu disikapi secara hati-hati. Terlebih dahulu harus diakui?seperti halnya terjadi pada hampir semua lembaga pendidikan Polri (warisan dari ABRI)?bahwa isu seperti yang dikeluhkan mewarnai proses pendidikan PTIK sampai beberapa tahun yang lalu. Permasalahannya, berbeda dengan lembaga pendidikan (tinggi) pada umumnya, tradisi penetapan peringkat nilai kelulusan dalam lingkungan Polri dapat membawa konsekuensi pada pembinaan karier. Sehubungan dengan itu di bawah pimpinan Gubernur Prof.Dr. Farouk Muhammad berbagai langkah penting telah dilakukan untuk menata-kembangkan almamater ini, mulai dari pembangunan sarana/prasarana dan kurikulum sampai kesejahteraan dan moral/kepribadian termasuk sistem penilaian.
Pertama, untuk menjamin obyektivitas penilaian skripsi dikembangkan sistem penilaian naskah yang dilakukan oleh tiga penilai untuk tiap skripsi dan hasilnya dikonversi; nilai naskah (1/5) kemudian digabung dengan nilai ujian skripsi. Sebelumnya, pernah terdeteksi kecenderungan mahasiswa yang bermain dengan petugas dalam pemilihan penguji (yang murah nilainya). Karena itu, mulai angkatan 42 penentuan penguji dilakukan dengan cara undian. Selain itu, tradisi menyediakan snack untuk para penguji oleh teruji dilarang. Pelaksanaan ujian skripsi dilakukan oleh dosen senior, guru besar dan para pejabat Polri yang mempunyai komitmen dan kredibilitas yang tidak diragukan.
Kedua, hasil ujian/penugasan oleh masing-masing dosen harus dinilai dan dikembalikan?beserta catatan koreksi/arahan jika ada sehingga mahasiswa tahu kesalahannya dan terbuka peluang untuk komplain dan perbaikan jika ada kekeliruan dosen dalam penilaian. Nilai ujian diumumkan secara terbuka dan terus dihimpun sampai akhir pendidikan; kebijakan serupa juga berlaku untuk nilai kepribadian. Ketidak-hadiran mahasiswa pada setiap kegiatan yang berkaitan dengan proses belajar mengajar, akan berakibat pada menurunnya nilai kepribadian, dengan perhitungan tertentu yang dihimpun setiap bulan. Jika nilai kepribadian di bawah 70 maka maksimum yang bersangkutan tidak diperkenankan mengikuti ujian. Perwira Penuntun dan Perwira Pengawas selalu memonitor dan memberi nilai aktivitas mahasiswa (Untuk metode penilaian kepribadian yang lebih baik lagi dewasa ini sedang digarap oleh suatu tim).
Ketiga, karena ditemukan indikasi adanya upaya mempengaruhi pengawas oleh para mahasiswa, maka susunan personel pengawas telah dirombak dengan mengikutkan personel yang secara pribadi dipercaya oleh Gubernur.
Keempat, setelah menerima surat kaleng tentang tuduhan adanya dosen tertentu yang berbaik hati menuliskan skripsi mahasiswa, Gubernur PTIK membayar detektif untuk mengintai rumah mereka; kalaupun hasilnya nihil, diyakini, langkah tersebut dapat mencegah praktik semacam itu jika memang tuduhan tersebut benar.
Kelima, untuk mencegah kebocoran, soal ujian harus diserahkan oleh masing-masing dosen langsung kepada Gubernur PTIK dan diperbanyak pada hari ujian. Selain itu, beberapa kali diadakan mutasi internal untuk menyikapi kemungkinan adanya kolusi antara mahasiswa dan petugas; idealnya mutasi eksternal, tetapi apa boleh buat usulan PTIK hampir tidak masuk dalam pertimbangan penting bagi para penguasa di bidang manajemen SDM Mabes Polri.
Keenam, peningkatan kesejahteraan, baik personel staf terutama para dosen merupakan keniscayaan bagi Gubernur PTIK. Sekarang honor mengajar dosen senior 150.000 dan dosen biasa 100.000 (bersih) per dua jam pelajaran. Di samping itu dosen mendapat honor pemeriksaan makalah penugasan, pemeriksaan hasil ujian dan pembimbing, penilaian naskah dan penguji skripsi. Lembaga juga menyediakan fasilitas antar jemput dosen.
Ketujuh, klimak dari seluruh proses penilaian akhir pendidikan dilakukan secara transparan. Rapat Pimpinan penentuan peringkat menghadirkan pengurus Senat/Angkatan Mahasiswa (suatu tradisi yang hampir tidak mungkin diterapkan pada semua pendidikan Polri termasuk TNI) dengan daftar nilai yang dipegang oleh para mahasiswa dan dimuat dalam komputer.
Kalaupun, dengan langkah-langkah pembenahan yang dilakukan masih saja ada penilaian subyektif apalagi pelacuran akademik mungkin sangat terletak pada diskresi dosen yang tidak bisa secara optimal diintervensi oleh lembaga. Tetapi nampaknya sukar juga untuk mempercayai tuduhan semacam itu karena para dosen terutama dosen senior adalah guru besar yang kredibiltasnya tidak diragukan, seperti Prof. Loebby Loeqman, Prof. Parsudi Suparlan, Prof. Sarlito, Prof. Muladi, Prof. Jimly Asshidiqqie, Prof. Paulus, Prof. Harkristuti, dan lain lain.
Walau demikian, kami tidak ingin mengenyamping keluhan-keluhan semacam itu. Alangkah bijaksana dan bermartabat apabila ada saran, kritikan atau pengungkapan kekecewaan disampaikan langsung ke pejabat PTIK agar kami bisa segera memperbaiki/menyempurnakan apabila memang benar ada kekurangannya atau langsung kepada Gubernur PTIK dengan jaminan kerahasiaannya. Kepada penulis keluhan ini bahkan kami tawarkan alternatif, jika perlu menggunakan jasa pihak ketiga untuk menyajikan data yang dapat dipertanggung jawabkan. Karena dikhawatirkan, isu-isu semacam ini hanya dilontarkan oleh mahasiswa atau mantan mahasiswa zaman ?doeloe? yang dirinya atau rekan seangkatan (Akpol)-nya gagal menjadi ?the best,? atau juga bukan tidak mungkin didramatisasi oleh orang-orang yang tidak senang bahkan mencari-cari kelemahan dalam kepemimpinan PTIK sebagai suatu lembaga.
Akhirnya kami kembalikan semuanya kepada Yang Maha Kuasa, kepada siapa kami akan mempertanggung-jawabkan kepemimpinan di hari kemudian.
Terima kasih atas kesediaan anda membaca tulisan ini.
GUBERNUR PTIK
DIR AKADEMIK
U.b.
KABAG MINDIK
Drs. NICODEMUS ALLE
That's the official note that was released on October 2005. I believe that the note was executed like it was instructed ..when the governor is still Mr Farouk Muhammad! What about now? I am sorry to say that after Mr Muhammad's leadership, and other persons become governors, the rules change a slice, :P. In fact, you can see that the 'Pengawas', 'Penguji', 'Pembimbing' or the Sekretaris' can bring home a fruit parcel. Even in one case, a Penguji was served by a bunch of newspaper. :0.. Well, I don't know exactly, but the student that was asked to serve it was the one who told me. Another case is a 'Pembimbing' asked his student to help the 'Pembimbing' cousin to have his SIM! No wonder because the student is a Kanit Lantas! But this practice? Can it allowed?
Also it was just a public secret that some Secretary are so 'enak orangnya', become preferances because he or she only notes a lttle correction. Actually Mindik has already jumbled up the names of the 'Penguji', 'Pengawas' and the 'Secretary', but still it presumes happens until now.
For the sixth code above. It is true that the Lecturers got their honorariom in that sum, but when it will be delivered and received by the lecturers? Especially in Pak Farouk Muhammad's era. The lecturers received their rights of honourarium three months later or even seven months later!! Well, is it probably of the 'Pembangunan PTIK' at that time? There was a joke at that time among the lecturers that 'Tuh honormu sudah jadi pager PTIK!"
It is a secret public that the lecturers especially the freelance ones 'makan pengabdian' at that time. Yet when it was asked about that, the answer was just ' later.. because no money for that!' Excuse me? Shoouldn't there a budget for teaching?
That was the worst time for the lecturers. After Pak Muhammad, the 'honor' received in more proper time. Although lately that becomes 'old tradition': paid months later. I don't know why. Isn't in Sunnah Rasul said " Bayarlah upah budakmu sebelum keringatnya mengering"? (Pay your slave before his sweat dries). But look what happens here. Okay we are not complaining! We are just asking.
Some students doing their skripsi are complaining about how difficult to find, to see or cooperate with their 'Pembimbing', and they have to see in their houses or outside or even in a restaurant. Well, I won't blame them, but aren't those practices will produce a kind of conversions of good willing?I mean, it can happen that maybe the student and the 'Pembimbing' will do something that beyond the rules? For example in elevating the student's score and the 'Pembimbing' becomes very kind. Well, sort of.
I see that not all 'Pembimbing' do this practices. By my own eyes I see that some 'Pembimbing' are those who are straight, objective, really want to help the 'stressed' students (because this student is having so many pressure for their skripsi, hehehe). I really take a courtasy and put two thumbs up for them. These 'Pembimbing's even do not sleep for defending their 'mahasiswa yang dibimbing'. Give some ideas, ready to help and willing to give some tips in the 'court room'.
Dears all,
Once again this is just an issue that happen in our beloved PTIK. Take a good point in this writing of mine. Just an information. I hope you can take it wisely.
Wish you the BEST!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar