Tampilkan postingan dengan label polisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label polisi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 28 Mei 2011

Cool Polwan


Cool Polwan


Pol wan.. Polisi Wanita, walau Polisi tetap wanita. Bila kita di jalan, maka dan melihat seorang polwan yang manis apalagi, tetap saja mata ini mau atau nggak, akan terlekat padanya..

Polwan tampak gagah namun tetap anggun dalam seragamnya. Kelihatan tegas berwibawa kalau menurut aku.

Polwan walaupun seorang polisi tapi tetap wanita. Banyak diantara mereka yang kini menjadi seorang ibu, mahluk mulia yang melahirkan insan baru penerus generasi bangsa. Sebagai seorang Ibu saja sudah amat sangat banyak tugas yang ada di pundaknya, apalagi ditambah dengan tugas seorang polisi. Sebagai seorang wanita, saya sering berpikir,"Entah mengapa apakah karena dianggap sebagai kodrat seorang perempuan, maka jarang sekali seorang polwan menjadi seorang pemimpin di wilayah dalam arti di bagian reskrim, kapolsek/kapolres dan lain lain. Apakah dianggapnya karena seorang wanita itu sebaiknya taruh di tempat yang ‘lembut-lembut’, seperti diklat, staff, atau bahkan kini sebagai anchor di TV?" Coba hitung, dari ratusan jendral, ada berapa polwan yang menjadi Jendral? Baru lima orang polwan yang saya ingat menjadi Jendral. Brigadir Jenderal Polisi Paula Batoana, Brigjen Jean Madagi, dan Brigjen Noldi Rata, juga ada Brigjen Rumiah

yang pernah menjabat sebagai Kapolda di Banten,serta menjadi polwan pertama yang menjadi Kapolda.

Sementara para polwan jendral terdahulu sudah pensiun, maka yang terakhir adalah Brigje
n Pol Basaria Panjaitan yang kini bertugas sebagai pengajar (widyaiswara) Sekolah Staf dan Pimpinan Polri (Sespim) di Lembang. Beliau kini jadi satu-satunya polwan yang brigjen di Indonesia. Dari ratusan mahasiswaku yang di PTIK pun tak banyak polwan yang masuk sebagai mahasiswa. Mungkin mereka kebanyakan di Sepolwan. Padahal, kehadiran Polwan sungguh menjadi peyegar mata dan penyemangat hatiku sebagai seorang dosen yang suka akan emansipasi wanita.

Apakah kelak ada polwan yang pangkatnya bisa lebih dari Brigjen? InsyaAllah..

Apa pun, saya tetap sayang dan salut pada Korps yang lahir pada 1 September 1948 ini.


Sabtu, 20 November 2010

POLISI REPUBLIK INDONESIA
















Makna Lambang Polri





Lambang Polisi bernama Rastra Sewakottama yang berarti "Polri adalah Abdi Utama dari pada Nusa dan Bangsa." Sebutan itu adalah Brata pertama dari Tri Brata yang diikrarkan sebagai pedoman hidup Polri sejak 1 Juli 1954.

Polri yang tumbuh dan berkembang dari rakyat, untuk rakyat, memang harus berinisiatif dan bertindak sebagai abdi sekaligus pelindung dan pengayom rakyat. Harus jauh dari tindak dan sikap sebagai "penguasa". Ternyata prinsip ini sejalan dengan paham kepolisian di semua Negara yang disebut new modern police philosophy, "Vigilant Quiescant" (kami berjaga sepanjang waktu agar masyarakat tentram).

Prinsip itu diwujudkan dalam bentuk logo dengan rincian makna sbb:

Perisai bermakna pelindung rakyat dan negara.

Tiang dan nyala obor bermakna penegasan tugas Polri, disamping memberi sesuluh atau penerangan juga bermakna penyadaran hati nurani masyarakat agar selalu sadar akan perlunya kondisi kamtibmas yang mantap.

Pancaran obor yang berjumlah 17 dengan 8 sudut pancar berlapis 4 tiang dan 5 penyangga bermakna 17 Agustus 1945, hari Proklamasi Kemerdekaaan yang berarti Polri berperan langsung pada proses kemerdekaan dan sekaligus pernyataan bahwa Polri tak pernah lepas dari perjuangan bangsa dan negara.

Tangkai padi dan kapas menggambarkan cita-cita bangsa menuju kehidupan adil dan makmur, sedangkan 29 daun kapas dengan 9 putik dan 45 butir padi merupakan suatu pernyataan tanggal pelantikan Kapolri pertama 29 September 1945 yang dijabat oleh Jenderal Polisi Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo.

3 Bintang di atas logo bermakna Tri Brata adalah pedoman hidup Polri. Sedangkan warna hitam dan kuning adalah warna legendaris Polri.

Warna hitam adalah lambang keabadian dan sikap tenang mantap yang bermakna harapan agar Polri selalu tidak goyah dalam situasi dan kondisi apapun; tenang, memiliki stabilitas nasional yang tinggi dan prima agar dapat selalu berpikir jernih, bersih, dan tepat dalam mengambil keputusan.


TRIBRATA

Kami Polisi Indonesia

1. Berbakti kepada nusa dan bangsa
dengan penuh ketaqwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.

2. Menjunjung tinggi kebenaran,
keadilan dan kemanusiaan
dalam menegakkan hukum
Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945.

3. Senantiasa melindungi,
mengayomi dan melayani masyarakat
dengan keikhlasan untuk mewujudkan
keamanan dan ketertiban.


CATUR PRASETYA

Sebagai insan Bhayangkara
kehormatan saya adalah berkorban
demi masyarakat, bangsa dan negara,
untuk:

1. Meniadakan segala bentuk
gangguan keamanan

2. Menjaga keselamatan jiwa raga,
harta benda, dan hak asasi Manusia

3. Menjamin kepastian
berdasarkan hukum

4. Memelihara perasaan tenteram
dan damai

Kamis, 27 Mei 2010

Mutasi di Tubuh Polri, 2010

Mutasi adalah hal yang biasa di tubuh suatu instansi, termasuk juga Polri. Tujuan luhurnya adalah untuk merotasi tugas seorang anggota polisi agar dapat memperbaiki kinerja anggota tersebut dan instansi itu sendiri. Bahkan dapat menambah pengalaman anggota juga berusaha menempatkan "the right man in the right place".
namun, seringkali makna yang agung itu diartikan lain oleh orang yang dimutasi, atau bahkan semuanya. Misalnya ada pengertian, bahwa kalau di "wilayah" biasanya adalah tempat "basah" , waaah, mungkin dekat kali atau daerah banjir? haha... Sedangkan kalau di dinas pendidikan adalah tempat "kering"., karena tak adanya orang yang 'bertamu' atau bisa di'sambangi'. Benarkah?
Pendapat yang bersangkutan dengan hal ini saya tunggu komentarnya.

...
Sementara itu ini ada daftar mutasi para pejabat Polri.

Silahkan buka linknya. Mungkin ada yang Anda kenal.. Patun kita, mungkin? ;)

Sabtu, 07 Februari 2009

Postingan notes pengalaman polisi yang cergas


Sudah saya katakan sebelumnya, dari PTIK banyak yang bisa nulis bagus... Mereka itu banyak yang cergas (cerdas dan lugas ) dalam menulis, juga sisi humornya nggak ketinggalan. Mokok'e.. uenak dibaca dan perlu (hehe, kaya motto TEMPO). Tapi memang banyak sekali kita mendapat pelajaran dari tulisan mereka yang didasarkan pengalaman sehari-hari. Contohnya, tentang pengamanan, keadaan mereka sehari-hari, keluarga, sehingga sebagai orang yang di luar "Keluarga Besar Polisi" bisa mengetahui dan melihat dari sisi lain juga, well, at least dari sisi para law enforcers itu.



Nah, salah satu yang kusukai tulisannya, karena ada unsur humorisnya , sih, adalah Usman Thoif Purwanto. Terus terang, waktu di PTIK saya nggak begitu tahu. (Bahkan mungkin nggak kenal, ya.. :P. Kalau pun kenal, aku menyapanya setelah melihat name tag di dada kanan atas saku badgenya). hehehe, ketahuan ignorenya Mam Esti, yach.. Namun ia kini menjadi salah seorang teman saya di facebook.(Hehe, makasih dunia maya)

Inilah salah satu tulisannya yang menurut aku menyenangkan dibaca.. Chek it out!!









... tidur seranjang...



Beberapa tahun yang lalu, ketika saya masih berdinas di kepolisian (sekarang juga masih, tapi di tempat yang 'agak' lain), saya pernah memimpin pengamanan unjuk rasa. Unjuk rasa ini riuh rendah, ramai, meriah, karena membawa sound system seperti hendak konser dangdut dengan bintang tamu goyang ngebor, ngecor, gergaji, patah-patah, blender, kayang, push-up.. semuanya. Saya datang membawa sepasukan polisi yang diangkut 3 truk, lengkap dengan peralatan helm, tameng, barikade, tongkat, loudspeaker, p3k, semuanya kecuali senjata api. (Tidak lupa kaca mata hitam, sekalian ngeceng siapa tahu ada yang bening2 lewat.. Pistol air? pasteee, kalo yang ini nggak bisa dicopot! hehehe)Saya datang, mengamankan gedung, berjajar di depan gerbang, saling berhadapan dengan arak-arakan demonstran. Saya berpikir sayalah polisi masa depan yang sedang di depan massa.. Siap untuk apapun. Sanggup melindungi siapapun. (Hebat benar ya?)Tiba-tiba datang Kepala Kantor yang saya amankan itu. 'Pak Polisi, biarkan saja semuanya masuk ke halaman, tidak apa-apa, nanti saya temui sendiri mereka', ujarnya. 'Wah, lebih baik perwakilan saja, Pak. Dua atau lima orang yang masuk menemui Bapak, yang lain biar tetap di luar, saya amankan, nanti repot bila semuanya masuk', usul saya.'Sudah, tenang saja, saya kenal kok sama mereka, tidak apa-apa. Masukin semua aja', Bapak Kepala Kantor ini bersikeras. (Seandainya kalimat terakhir perintah ini dibisikkan oleh Catherine Zeta-Jones di adegan dewasa, saya pasti akan menurutinya seketika... hahaha) 'Pak, nanti kalau semua di dalam, saya kerepotan mengendalikannya, ini massa lho Pak, beda dengan yang Bapak kenal orang per-orang', argumen saya sambil mengingat-ingat pelajaran Psikologi Massa sedikit-sedikit.'Pak Polisi, ini kantor milik masyarakat, saya kepalanya, mereka mau ke sini, nggak usah dilarang, biarkan mereka masuk', tegasnya. (Wah, keras kepala rupanya ini orang)Akhirnya saya kalah karena terjepit di tengah-tengah (aaaawwww... enyaaaak...hehehe). Demonstran ngotot minta masuk, saya larang. Kepala kantor menghendaki mereka masuk, saya juga larang. Wah, bisa jadi musuh bersama ini polisi.. hehehe..Akhirnya yang terjadi terjadilah... demonstran semua masuk, dialog deadlock, massa marah, mengamuk, kantor dirusak, Kepala Kantor digebuki dan babak belur, polisi kalang kabut, terjadilah bentrokan polisi vs demonstran. Tidak ada yang kalah atau menang, tetapi massa akhirnya bubar.



Saya melapor ke atasan saya cerita yang sebenarnya. Selesai tugas hari itu. Pulang.Besoknya terbitlah di surat kabar, polisi tidak becus, kurang antisipatif, tidak profesional. Siapakah gerangan polisi itu? Saya! Tidak ada yang menyalahkan massa, tidak ada yang menyalahkan Kepala Kantor, semuanya menyalahkan saya. Plus sebagai bonus, saya juga dipanggil bos yang lebih tinggi dari atasan saya dan dimaki-maki dengan bahasa yang tentu saja lebih indah daripada di koran itu. (Saya tahu, sebenarnya dia ketakutan dicopot karena kejadian itu, dan saya sudah siap juga bakalan dimaki-maki, jadi tidak terkaget-kaget lagi dengan teriakannya)...



Hari ini, saya prihatin sekali dengan kejadian di DPRD Sumut. Unjuk rasa yang menelan korban meninggal Ketua DPRD. Saya tidak tahu detail insidennya, saya tidak hendak menganalisis kejadiannya, tapi saya sedih dan masygul kenapa harus ada nyawa melayang karenanya? Apalagi orang-orang dengan tujuan yang sama (kesejahteraan rakyat, keadilan sosial, kemakmuran) harusnya bisa duduk bersama dan merumuskan yang terbaik bagi semuanya. Bukankah bahkan orang-orang dengan mimpi yang berbeda pun, tetap dapat tidur bersama di ranjang yang sama? (Apa lagi dengan 'mimpi' yang sama!)



Well, enak kan dibacanya? Cerita ini saya dapatkan dari notesnya di FB. Tak jumput wae. Tampaknya ada beberapa tulisannya yang didelete, karena rupanya bapak ini takut menyinggung peranakan eh, perasaan orang-orang tertentu.