Sabtu, 07 Februari 2009

Postingan notes pengalaman polisi yang cergas


Sudah saya katakan sebelumnya, dari PTIK banyak yang bisa nulis bagus... Mereka itu banyak yang cergas (cerdas dan lugas ) dalam menulis, juga sisi humornya nggak ketinggalan. Mokok'e.. uenak dibaca dan perlu (hehe, kaya motto TEMPO). Tapi memang banyak sekali kita mendapat pelajaran dari tulisan mereka yang didasarkan pengalaman sehari-hari. Contohnya, tentang pengamanan, keadaan mereka sehari-hari, keluarga, sehingga sebagai orang yang di luar "Keluarga Besar Polisi" bisa mengetahui dan melihat dari sisi lain juga, well, at least dari sisi para law enforcers itu.



Nah, salah satu yang kusukai tulisannya, karena ada unsur humorisnya , sih, adalah Usman Thoif Purwanto. Terus terang, waktu di PTIK saya nggak begitu tahu. (Bahkan mungkin nggak kenal, ya.. :P. Kalau pun kenal, aku menyapanya setelah melihat name tag di dada kanan atas saku badgenya). hehehe, ketahuan ignorenya Mam Esti, yach.. Namun ia kini menjadi salah seorang teman saya di facebook.(Hehe, makasih dunia maya)

Inilah salah satu tulisannya yang menurut aku menyenangkan dibaca.. Chek it out!!









... tidur seranjang...



Beberapa tahun yang lalu, ketika saya masih berdinas di kepolisian (sekarang juga masih, tapi di tempat yang 'agak' lain), saya pernah memimpin pengamanan unjuk rasa. Unjuk rasa ini riuh rendah, ramai, meriah, karena membawa sound system seperti hendak konser dangdut dengan bintang tamu goyang ngebor, ngecor, gergaji, patah-patah, blender, kayang, push-up.. semuanya. Saya datang membawa sepasukan polisi yang diangkut 3 truk, lengkap dengan peralatan helm, tameng, barikade, tongkat, loudspeaker, p3k, semuanya kecuali senjata api. (Tidak lupa kaca mata hitam, sekalian ngeceng siapa tahu ada yang bening2 lewat.. Pistol air? pasteee, kalo yang ini nggak bisa dicopot! hehehe)Saya datang, mengamankan gedung, berjajar di depan gerbang, saling berhadapan dengan arak-arakan demonstran. Saya berpikir sayalah polisi masa depan yang sedang di depan massa.. Siap untuk apapun. Sanggup melindungi siapapun. (Hebat benar ya?)Tiba-tiba datang Kepala Kantor yang saya amankan itu. 'Pak Polisi, biarkan saja semuanya masuk ke halaman, tidak apa-apa, nanti saya temui sendiri mereka', ujarnya. 'Wah, lebih baik perwakilan saja, Pak. Dua atau lima orang yang masuk menemui Bapak, yang lain biar tetap di luar, saya amankan, nanti repot bila semuanya masuk', usul saya.'Sudah, tenang saja, saya kenal kok sama mereka, tidak apa-apa. Masukin semua aja', Bapak Kepala Kantor ini bersikeras. (Seandainya kalimat terakhir perintah ini dibisikkan oleh Catherine Zeta-Jones di adegan dewasa, saya pasti akan menurutinya seketika... hahaha) 'Pak, nanti kalau semua di dalam, saya kerepotan mengendalikannya, ini massa lho Pak, beda dengan yang Bapak kenal orang per-orang', argumen saya sambil mengingat-ingat pelajaran Psikologi Massa sedikit-sedikit.'Pak Polisi, ini kantor milik masyarakat, saya kepalanya, mereka mau ke sini, nggak usah dilarang, biarkan mereka masuk', tegasnya. (Wah, keras kepala rupanya ini orang)Akhirnya saya kalah karena terjepit di tengah-tengah (aaaawwww... enyaaaak...hehehe). Demonstran ngotot minta masuk, saya larang. Kepala kantor menghendaki mereka masuk, saya juga larang. Wah, bisa jadi musuh bersama ini polisi.. hehehe..Akhirnya yang terjadi terjadilah... demonstran semua masuk, dialog deadlock, massa marah, mengamuk, kantor dirusak, Kepala Kantor digebuki dan babak belur, polisi kalang kabut, terjadilah bentrokan polisi vs demonstran. Tidak ada yang kalah atau menang, tetapi massa akhirnya bubar.



Saya melapor ke atasan saya cerita yang sebenarnya. Selesai tugas hari itu. Pulang.Besoknya terbitlah di surat kabar, polisi tidak becus, kurang antisipatif, tidak profesional. Siapakah gerangan polisi itu? Saya! Tidak ada yang menyalahkan massa, tidak ada yang menyalahkan Kepala Kantor, semuanya menyalahkan saya. Plus sebagai bonus, saya juga dipanggil bos yang lebih tinggi dari atasan saya dan dimaki-maki dengan bahasa yang tentu saja lebih indah daripada di koran itu. (Saya tahu, sebenarnya dia ketakutan dicopot karena kejadian itu, dan saya sudah siap juga bakalan dimaki-maki, jadi tidak terkaget-kaget lagi dengan teriakannya)...



Hari ini, saya prihatin sekali dengan kejadian di DPRD Sumut. Unjuk rasa yang menelan korban meninggal Ketua DPRD. Saya tidak tahu detail insidennya, saya tidak hendak menganalisis kejadiannya, tapi saya sedih dan masygul kenapa harus ada nyawa melayang karenanya? Apalagi orang-orang dengan tujuan yang sama (kesejahteraan rakyat, keadilan sosial, kemakmuran) harusnya bisa duduk bersama dan merumuskan yang terbaik bagi semuanya. Bukankah bahkan orang-orang dengan mimpi yang berbeda pun, tetap dapat tidur bersama di ranjang yang sama? (Apa lagi dengan 'mimpi' yang sama!)



Well, enak kan dibacanya? Cerita ini saya dapatkan dari notesnya di FB. Tak jumput wae. Tampaknya ada beberapa tulisannya yang didelete, karena rupanya bapak ini takut menyinggung peranakan eh, perasaan orang-orang tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar