Jumat, 27 Maret 2009

Bu Dos Pol ( Bu Dosen ): Perang Bintang di Langit Seragam Coklat?#links#links


Lampiran II :
Jakarta - Inspektur Jenderal Polisi Herman Surjadi Sumawiredja terpaksa minta pensiun dini. Tidak ada acara pisah sambut bagi mantan Kapolda Jawa Timur, yang rencananya pensiun pada Juni 2009 itu. Yang ada, Herman hampir saja digiring Provost dari Mabes Polri, karena dianggap telah mencemarkan nama institusi kepolisian."Dia hampir diseret provost karena buka mulut soal intervensi Mabes Polri soal kasus kecurangan Pilkada Jatim," jelas sumber detikcom, yang merupakan orang dekat Herman.Untungnya sang jenderal dapat dukungan dari teman-teman satu angkatannya (1975) di Mabes Polri. Sehingga provost tidak jadi menyeretnya ke Mabes.
Tindakan Mabes Polri terhadap Herman merupakan buntut dari peryataannya di Hotel Grand Kemang, Jakarta, Senin 13 Maret lalu. Di sana, Herman menggelar jumpa pers soal adanya intervensi institusinya terkait kasus Pilkada Jatim yang sempat menyeret Ketua KPUD Jatim Wahyudi Purnomo sebagai tersangka.Herman menjelaskan, saat Pilkada Jatim digelar, Polda Jatim menemukan 345 ribu daftar pemilih tetap (DPT) di Bangkalan dan Sampang, yang memiliki DPT 1,24 juta suara, tidak benar alias akal-akalan. Ketika sudah ditemukan bukti, tim penyidik sepakat ada tindak pidana tentang pemalsuan DPT. Itu sebabnya, penyidik kemudian menetapkan Ketua KPUD Jatim sebagai tersangka.
Sayangnya, pembongkaran kasus tersebut bukan dianggap prestasi. Mabes Polri justru meminta Herman untuk membatalkan penetapan Wahyudi sebagai tersangka.Melalui Bareskrim Irjen Polisi Susno Duadji, Kapolri meminta Herman segera mengubah hasil penyidikan Polda Jatim. "Bikin kesalahan sekali-sekali nggak apa-apa lah," jelas sumber detikcom menirukan perkataan Susno kepada Herman.Perkataan Susno itulah yang membuat Herman tidak terima. Karena dianggap membangkang, Herman kemudian dicopot dari jabatannya sebagai Kapolda Jawa Timur dan dimutasi ke Mabes Polri. Karena perlakuan itu Herman akhirnya memilih mundur dari Polri. "Daripada makan gaji buta lebih baik mundur," begitu alasan Herman.Bagi Herman, penempatannya di Mabes Polri merupakan akhir dari karirnya sebagai polisi. Sebab selama jadi polisi ia banyak mengemban tugas di lapangan, bukan di staf.Dari informasi yang dihimpun detikcom, selama bertugas reputasi Herman nyaris tanpa cacat. Karirnya di jabatan strategis dimulai 1999, saat ia menjabat Kapolda Bengkulu. Setahun kemudian Herman ditunjuk sebagai Wakil Panglima Pengendali Aceh, 2000-2001.Usai bertugas di Aceh karirnya terus bersinar. Ia kemudian dipercaya menjadi Direktur Samapta Mabes Polri. Setelah itu ia menjabat Kapolda Sumatera Selatan. Dan tiga tahun terakhir ia menjabat sebagai kapolda Jawa Timur sampai akhir Januari 2009.
Selama menjabat Kapolda Jatim, Herman diketahui banyak melakukan terobosan. Di antaranya, dengan menerbitkan maklumat yang mengatur masalah pelayanan publik.Bukan itu saja. Dalam merekrut calon bintara Polri regular dan Akpol, Herman juga melakukan terobosan dengan melibatkan LSM dan akademisi. Cara ini sengaja dilakukan untuk menghindari praktek percaloan penerimaan calon anggota Polri.Tapi tidak ada gading yang tidak retak. Polda Jawa Timur saat dipegang Herman sempat disorot publik lantaran kasus salah tangkap di Jombang.Dalam kasus pembunuhan Asrosi, Polres Jombang menetapkan tiga tersangka, Imam Khambali alias Kemat, Devid Eko Priyanto, dan Maman Sugiyanto. Kemat dan Devid kemudian masing-masing divonis 17 dan 12 tahun. Namun putusan itu kemudian dianulir lantaran mayat Asrori ditemukan di belakang rumah Verry Idam Henyansyah di Dusun Maijo Desa Jatiwates, Kecamatan Tembelang, Jombang.Tugas Herman semakin berat ketika ia harus mengamankan hajatan Pilkada Jatim yang melibatkan banyak kepentingan politik. Pertarungan di Pilkada Jatim yang menurut sejumlah pengamat merupakan miniatur pemilu nasional, membuat Herman harus kerja ekstra keras.Namun akhirnya Herman tidak bisa berbuat banyak. Sekalipun ia sudah berusaha mengawal pilkada yang penuh intrik tersebut, ia tetap saja kena imbasnya.Langkahnya menetapkan Ketua KPUD Jatim sebagai tersangka dalam kasus penggelapan jumlah DPT, justru membuatnya masuk kotak. Yang membuatnya kesal, pimpinannya di Mabes Polri yang menjadi penyebabnya.Pengamat Kepolisian Universitas Indonesia (UI) Bambang Widodo Umar berpendapat, pengunduran diri Herman karena ada krisis kepemimpinan di tubuh Polri.Ia melihat keputusan Kapolri dianggap tidak tepat sehingga ditentang jenderal yang lain. Bambang khawatir, bila tidak segera diatasi, akan banyak jenderal yang mengambil langkah seperti Herman."Kasus ini baru sekarang terjadi. Ada seorang jenderal yang mundur dari polisi. Kalau sebelumnya hanya polisi yang berpangkat kolonel," jelas Bambang.
Dalam kasus mundurnya Herman yang terkait Pilkada Jatim, Bambang menilai, harusnya Kapolri tidak perlu intervensi. Sebab apapun langkah Kapolda terkait masalah Ppilkada, Kapolda bertanggungjawab ke Hukum."Tapi masalahnya, Kapolri berada langsung di bawah presiden sehingga institusi Polri dengan mudah diintervensi kekuatan politik. Misalnya kasus Kapolwil Banjarnegara, yang menginstruksikan jajarannya untuk memilih capres tertentu di Pemilu 2004," kata Bambang.
Di Pilkada Jatim kondisi serupa juga terjadi. Pasangan Soekarwo-Saefullah Yusuf yang didukung Partai Demokrat dan PAN diduga telah melibatkan para petinggi partai, di antaranya SBY, yang jadi Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Bukan tidak mungkin, sebagai pimpinan partai, SBY kemudian memerintahkan Kapolri untuk ikut campur dalam pilkada Jatim.Adanya intervensi SBY dalam kisruh Pilkada Jatim juga dicurigai sejumlah pimpinan parpol. Itu sebabnya Megawati, Wiranto, Prabowo dan Jusuf Kalla, berupaya meminta keterangan kepada Herman terkait kecurangan yang terjadi di Pilkada Jatim.Mereka khawatir kecurangan lewat DPT, seperti yang terjadi di Jatim merebak ke daerah-daerah lain saat pemilu nasional berlangsung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar